Setiap anak yang belajar di tempat yang sama belum tentu memiliki kesamaan dalam cara belajar. Mereka mempunyai pemahaman, pemikiran, dan pandangan yang berbeda terhadap setiap peristiwa yang dilihat dan dialaminya. Hal tersebut juga sempat tersirat dalam proses pendidikan karakter remaja yang digagas oleh Pusat Pengembangan Sosial (PPS) di rumah dampingan Jl. Lebak Arum Barat No. 21 Surabaya.
Tepatnya pada hari Kamis (24/3/2022) sebelum memulai proses belajar, ada pertanyaan menarik terlontar dari salah seorang fasilitator. Beliau bertanya kepada 8 remaja tentang gaya belajar seperti apa yang menjadi favorit mereka agar setiap materi yang diberikan mampu terserap dengan optimal.
Satu per satu dari mereka menjawab pertanyaan dari pendamping. Dari kedelapan remaja, Kirana dan Kirani lebih menyukai gaya belajar secara visual. Dua bersaudara ini cenderung mampu memahami suatu pelajaran dengan melihatnya secara langsung.
Berikutnya ada Laras, Suci, dan Silvia yang lebih mudah menyerap ilmu atau pengetahuan dengan mendengar. Metode semacam ini disebut dengan gaya belajar auditorial.

Lalu ada Mela yang lebih mudah memahami sesuatu dengan bergerak atau dengan praktik secara langsung. Gaya belajar ini masuk pada tipe kinestetik yaitu gaya belajar yang dominan dengan praktik atau eksperimen atau yang dapat diuji coba sendiri.
Yang terakhir ada Kiki dan Aviva. Kedua remaja putri ini lebih suka mengkombinasikan ketiga gaya belajar yang ada. Melihat, mendengar, dan praktik langsung untuk menyerap pelajaran yang disampaikan.

Tidak ada yang keliru dari gaya belajar mereka. Justru dari gaya belajar masing-masing remaja membuat kami selaku pendamping mendapatkan manfaat positif. Hal tersebut bisa membantu kami menemukan formula yang tepat untuk menemukan metode pendidikan karakter yang lebih efektif dan strategis bagi remaja dampingan di basis Lebak Arum.
Sumber pustaka : Kompasiana artikel Sri Wulandari Oktober 2019