Berani Kotor Itu Nadir

Menurut Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), dalam periode tahun 2017-2018 ada sekitar 1.262 ton sampah per hari di kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Dengan jumlah penduduk 1.614.226 jiwa, berarti 0,00078 ton sampah yang setiap harinya dihasilkan oleh warga kabupaten Pasuruan.

Sebagian kecil sampahnya dapat kita temukan di salah satu pasar tradisional yang letaknya tak terlalu jauh dari Griya Samadhi Vinsensius (GSV), Prigen, Jawa Timur. Kebetulan pasar tersebut juga menjadi medan Social Activity (Sosact) 142 pelajar SMAK St. Louis 2, Surabaya pada 23 dan 25 Juli 2019.

Social Activity hanya salah satu dari rangkaian proses pembinaan karakter siswa-siswi yang dikemas dalam program bertajuk Kampung Syukur. Di mana dalam Sosact, para siswa akan diberi misi untuk melakukan operasi sampah di pasar Prigen, kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Baik itu sampah organik maupun sampah bukan organik.

Sebelum berangkat, para siswa sudah terbagi dalam 8 kelompok kerja. Tiap-tiap kelompok dipersenjatai 1 keranjang sampah yang terbuat dari anyaman bambu. Keranjang tersebut bakal jadi wadah untuk menampung sampah yang mereka pungut dengan tangan telanjang saat mulai beraksi di pasar.

Dalam menjalankan misinya, mereka hanya diperbolehkan berjalan kaki untuk mencapai tujuan. Begitu pun juga saat ingin kembali. Jarak yang harus mereka tempuh mencapai 2 kilometer untuk pulang dan pergi, dengan melewati kondisi jalan yang menanjak serta menurun. Sesampainya di pasar, mereka semua tak langsung bergegas menyusuri area pasar. Siswa harus berkumpul terlebih dahulu untuk mendengarkan pengantar singkat dari pembina terkait misi mereka.

Pengantar awal sangat diperlukan, mengingat ini berkaitan dengan beberapa hal teknis. Salah satu contohnya seperti pemetaan lokasi untuk operasi sampah. Agar pada saat beraksi tak terjadi penumpukan kelompok di satu titik yang sama.

Setelah itu, para ketua kelompok kerja juga wajib berkoordinasi dengan anggotanya. Hal yang dikoordinasikan sederhana, seperti pembagian tanggung jawab masing-masing personilnya. Ada yang bertugas membuang sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA), ada pula yang mengambil sampah yang tercecer di seluruh area pasar.

Memang sekilas terdengar aneh. Mengapa mesti bersusah payah membersihkan sampah yang bukan hasil dari perbuatan mereka. Apalagi itu bukan daerah di mana mereka tinggal. Iya, kenyataan memang demikian adanya.

Bahkan beberapa komentar bernada sindiran keluar dari bibir masyarakat sekitar pasar kala menyaksikan siswa melakukan operasi sampah. Salah satunya terdengar begini. “Datang jauh-jauh dari kota kok mau disuruh ambil sampah di pasar,” begitu celetukan salah seorang pedagang perempuan dengan bahasa Jawa.

Jika dihitung, sejatinya operasi sampah yang pelajar kerjakan selama 2 hari hanya mampu mengurangi kurang lebih 0,11076 ton dari total jumlah sampah di awal tulisan. Namun ini bukan tentang besar kecilnya sampah yang berkurang. Terlebih lagi memamerkan partisipasi positif kaum muda zaman sekarang. Lebih dari itu. Ini adalah momen tuk melatih serta mengasah naluri sosial sekelompok kaum muda. Agar kelak mereka tetap acuh pada lingkungan sekitar.

Zaman sekarang, kaum muda yang berani kotor itu nadir.

Tinggalkan Balasan